Fachri Pribowo
Suatu bangsa akan menjadi besar jika
generasi penerusnya memiliki karakter yang baik dan dimulai dengan
pembentukan karakter melalui proses pendidikan. Pendidikan belakangan
ini banyak mendapat sorotan dari kalangan pengguna jasa dan pemerhati
pendidikan baik media massa, seminar, dan berbagai kesempatan. Hal
demikian berhubungan maraknya berbagai penyimpangan prilaku yang muncul
di masyarakat seperti korupsi, kekerasan, tindakan kriminal, pelecehan
seks, perusakan, etika-etika yang mulai menipis, kurangnya tenggang rasa
dan tanggung jawab menjadi konsumsi sehari-hari di media massa, yang
menghawatirkan kondisi ini muncul di lingkungan pelajar dan mahasiswa
seolah–olah mereka tidak mendapatkan pendidikan karakter saat kegiatan
belajar mengajar. Sehingga hal ini menjadi pekerjaan yang sangat sulit
di Indonesia. Pendidikan dianggap sebagai alternatif yang bersifat
preventif yang diharapkan dapat mengembangkan kualitas generasi muda
bangsa dalam berbagai aspek yang dapat memperkecil dan mengurangi
penyebab berbagai masalah budaya dan karakter bangsa.
Pendidikan karakter di indonesia saat ini
bisa dikatakan sudah sangat kurang, begitu banyak terjadi
tindakan-tindakan yang jauh dari norma-norma agama yang paling utama.
Kemudian, pada pengembangan nilai-nilai kebudayaan dan karakter bangsa
pada individual masing-masing sudah tertanam jelas pada pola pikir
individual itu sendiri. Sehingga, karakter di dalam dirinya sudah
tertanam di kehidupan nyata sebagai seorang yang bermasyarakat,
religius, nasionalis, produktif dan kreatif. Namun, upaya pemerintah
dalam mengembangkan pendidikan karakter tidak semulus seperti apa yang
diharapkan. Di antaranya, pergeseran subtansi pendidikan ke pengajaran,
makna pendidikan yang sarat dengan muatan nilai-nilai moral bergeser
kepada pemaknaan pengajaran yang berkonotasi sebagai transfer
pengetahuan.
Perubahan subtansi pendidikan ke pengajaran
berdampak langsung terhadap pembentukan kepribadian peserta didik.
Perubahan ini sangat apatis atau menjadi acu tak acu kepada pembentukan
kepribadian yang akan menimbulkan beberapa masalah baru. Hal ini
dianggap sebagai ideologi-ideologi yang melahirkan pemahaman yang
berkaitan dan lari pada norma-norma agama jika pembentukan kepribadian
tidak begitu sempurna dalam sebuah penerapan fase pendidikan ke
pengajaran. Terjadinya pergeseran subtansi pendidikan ini di sebabkan
oleh masih kukuhnya pengaruh paham asosiasi dan behaviorisme. Pengaruh
Paham asosiasi karena, asosiasi berkaitan dengan kehidupan bersama antar
suatu individu dalam suatu ikatan. Apabila kelompok sosial dianggap
sebagai sebuah kenyataan di masyarakat, maka individu merupakan
kenyataan yag memiliki sikap terhadap kelompok tersebut terhadap suatu
kenyataan subjektif. Dan behaviorisme atau aliran prilaku (juga disebut
perspektif belajar) adalah filosofi dalam psikologi yang berdasar pada
proposi bahwa semua dilakukan organisme termaksud tindakan, pikiran,
atau perasaan dapat dan harus dianggap sebagai prilaku. Aliran ini
berpendapat bahwa perilaku demikian dapat digambarkan secara ilmiah
tanpa melihat peristiwa fisiologis internal atau konstrak hipotesis
seperti pikiran. Sehingga sebuah pendidikan pengajaran terhadap
pembentukan kepribadian peserta didik harus dilakukan berdasarkan muatan
nilai-nilai dan moral yang nyata dan tidak menyimpang nantinya.
Sumber : https://parapenuliskreatif.wordpress.com/category/artikel-ilmiah-populer/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar